Minggu, 29 April 2012

Memahami Hadis Nabi


Memahami Hadis dengan Melihat Fungsi Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW di utus oleh Allah SWT untuk semua umat manusia, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam surat al-Saba’,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Qs. Al-Saba’ [34]:28).
Dan sebagai rahmat bagi seluruh alam,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“ Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. Al-Anbiya>’[21]:107).
Hal ini berarti, kehadiran beliau membawa kebajikan dan rahmat bagi semua umat manusia dalam segala waktu dan tempat. Dalam pada itu, hidup beliau dibatasi oleh waktu dan tempat. Kalau begitu, hadis Nabi, yang merupakan salah satu sumber utama agam Islam disamping al-Qur’an, mengandung ajaran yang bersifat universal, temporal, dan lokal.

Mukjizat Abadi

AL-QUR’AN: MUKJIZAT ABADI

Seorang kafir Makkah berkunjung ke Najd. Ia meninggalkan Nabi Muhammad saw., orang yang sangat dibencinya, menemui Musailamah Al-Kadzdzab, yang juga mengaku sebagai nabi. Musailamah berkata kepadanya: "Apa gerangan yang turun kepada kawanmu akhir-akhir ini?" Amr bin Ash, tamu dari Makkah itu, menjawab: "Telah turun satu surat yang singkat, padat dan indah." "Bagaimana surat itu?", tanya Musailamah. Amr bin Ash kemudian membacakan surat ini:

Îوَالْعَصْرِ (١)إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢)إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
“ Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,  Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Kamis, 05 April 2012

I’tiba>r Sanad


I’tiba>r  Sanad Dalam Penelitian Hadis
A.      Pendahuluan
Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, taqri>r[1] dan hal-ihwal Nabi Muhammad SAW., menempati posisi kedua setelah al-Qur’an dalam struktur hierarki sumber-sumber hukum Islam, bahkan tidak jarang dianggap sejajar. Urgensi sunnah bukan hanya karena ia berfungsi sebagai penguat dan penjelas[2] terhadap statemen-statemen al-Qur’an; yang sifatnya umum atau belum jelas, tetapi suatu ketika ia dapat secara independen menjadi pijakan dalam menentukan suatu ketetapan hukum terhadap sesuatu kasus yang tidak disebut dalam al-Qur’an bahkan juga berfungsi sebagai pe-nasakh[3]bagi mereka yang mempercayai adanya na>sikh dan mansu>kh.

Selasa, 20 Maret 2012

Ilmu Qira>’a>t

Qira>’a>t al-Qur’an
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi, yang diturunkan kepada Rasulullah SAW sebagai hidayah bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda antara yang h}aq  dan yang ba>t}il. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa Arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan keindahan balaghahnya.[1] Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hukum Islam yang menduduki peringkat teratas[2], dan seluruh ayatnya berstatus qat}’iy al-wuru>d, yang diyakini eksistensinya sebagai wahyu dari Allah SWT.[3]

Rabu, 18 Januari 2012

Rabo Wekasan


Rebo Wekasan
Sebagian orang mempunyai keyakinan bahwa pada hari Rabu terakhir bulan S{afar itu merupakan hari sial atau nahas, mereka percaya akan turun 320.000 bencana pada hari yang disebut “ Rebo Wekasan”. Oleh karena itu mereka tidak berani mengadakan acara hajatan tertentu dan bepergian karena takut celaka. Dan untuk menolak bencana tersebut mereka dianjurkan melakukan suatu amalan tertentu, seperti membaca suatu bacaan, menulis wifiq dan iletakkan kedalam bejana yang berisi air kemudian iminum, bahkan ada yang menganjurkan S{alat empat rakaat untuk menolak bala’.
Keyakinan pesimistis semacam ini suah terjadi paa zaman Rasulullah SAW. Dalam hadith riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَكَمِ حَدَّثَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ أَخْبَرَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al H{akam telah menceritakan kepada kami An Nadhr telah mengabarkan kepada kami Isra>il telah mengabarkan kepada kami Abu Has}in dari Abu S{alih dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi S{allallahu '’alaihi wasallam beliau bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit), tidak ada t}iyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak ada hammah (keyakinan jahiliyah tentang reinkarnasi) dan tidak pula s}afar (menganggap bulan s}afar sebagai bulan sial, haram atau keramat). (S{ah}ih Bukhari, hadith no: 5316, kitab : at}-T{ibb, dan hadith no: 5328, S{ah}ih Muslim, hadith no: 4116, 4118, 4120, 4121, Sunan Abi Daud 3412 dan yang lain).

Minggu, 01 Januari 2012

Ushul Fiqh, Mashlahah Mursalah

Mashlahah  Mursalah
  1. Pendahuluan .
Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang, demikian pula kepentingan dan keperluan hidupnya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak hal-hal atau persoalan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, kemudian timbul dan terjadi pada masa-masa sesudahnya, bahkan ada yang terjadi tidak lama setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Seandainya tidak ada dalil yang dapat memecahkan hal-hal yang demikian berarti akan sempitlah kehidupan manusia. Dalil itu ialah dalil yang dapat menetapkan mana yang merupakan kemaslahatan manusia dan mana yang tidak sesuai dengan dasar-dasar umum dari agama Islam. Jika hal itu telah ada, maka dapat direalisir kemaslahatan manusia pada setiap masa, keadaan dan tempat. Demikian pula tidak disebut oleh syara’ tentang keperluan mendirikan rumah penjara, menggunakan mikrofon di waktu adzan atau shalat jama’ah, menjadikan tempat melempar jumrah menjadi dua tingkat, tempat sa’i dua tingkat, tetapi semuanya itu dilakukan semata-mata untuk kemashlahatan agama, manusia dan harta.

hakim perempuan

Perspektif (Fikih) Tentang Hakim Perempuan
(Suatu Analisis terhadap Polemik Para Ulama Fiqh)
A. Pendahuluan.
Sebagai sebuah ajaran yang secara substansial membawa misi keadilan universal, Islam memposisikan peradilan, sebagai sesuatu yang cukup penting dan mendasar. Dengan piranti peradilan diharapkan prinsip-prinsip keadilan, dan hak-hak dasar manusia (human rigth) dapat terpelihara secara baik. Sedemikian significannya sebuah proses peradilan, maka nash-nash pembentukan hukum Islam tentang peradilanpun menaruh perhatian cukup intens. Tidak heran jika kemudian Rasulullah sendiri -pada zamannya-, tidak saja dalam kapasitas pemimpin spiritual dan politik, tetapi juga pemegang kendali sebuah proses peradilan.
Dalam perkembangannya -pasca Rasul dan sahabat- Ulama-ulama fiqh pun menaruh perhatian yang sama dengan tokoh tokoh pendahulunya. Konsep –Ikhtiath- menjadi bagian inhern dalam pemikiran para ulama dalam membuat kriteria keabsahan sebuah proses peradilan dan subjek yang menjadi aktornya. Salah satu yang menjadi konsen para ahli fiqh (Yurist) sebagai wujud komitmennya terhadap peradilan adalah keseriusannya dalam membuat kriteria seorang Hakim.