Kamis, 05 April 2012

I’tiba>r Sanad


I’tiba>r  Sanad Dalam Penelitian Hadis
A.      Pendahuluan
Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, taqri>r[1] dan hal-ihwal Nabi Muhammad SAW., menempati posisi kedua setelah al-Qur’an dalam struktur hierarki sumber-sumber hukum Islam, bahkan tidak jarang dianggap sejajar. Urgensi sunnah bukan hanya karena ia berfungsi sebagai penguat dan penjelas[2] terhadap statemen-statemen al-Qur’an; yang sifatnya umum atau belum jelas, tetapi suatu ketika ia dapat secara independen menjadi pijakan dalam menentukan suatu ketetapan hukum terhadap sesuatu kasus yang tidak disebut dalam al-Qur’an bahkan juga berfungsi sebagai pe-nasakh[3]bagi mereka yang mempercayai adanya na>sikh dan mansu>kh.
Melihat kedudukannya yang demikian penting tetapi pada sisi lain keberadaannya tidak seperti al-Qur’a>n yang qat’i> al-wuru>d, maka tidak heran jika kemudian eksistensi hadis seringkali menjadi sasaran kritik tajam dari pihak-pihak yang antipati terhadap Islam.[4] Hadi>s dengan berbagai dimensinya selalu menjadi fokus kajian yang problematik dan menarik baik bagi pendukung maupun penentangnya.[5]
Salah satu aspek yang menjadi pokok kajian dan kritik para pemerhati hadi>s adalah problem otentisitasnya yang kemudian melahirkan  disiplin ilmu naqd al-hadi>s (kritik hadi>s) sebagai cabang dari ‘ulu>m al-hadi>s, yang memiliki pengertian pemisahan dan penyeleksian terhadap hadis antara yang sahih dan yang tidak sahih. Pengertian ini didapat dari arti kata naqad yang mulai dipergunakan pada awal abad II Hijriyah dengan arti membahas atau mengkritik untuk memisahkan  yang baik dari yang buruk[6].
Bagian-bagian yang menjadi objek dari Naqd al-hadi>s (kritik hadi>s) ada dua macam, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan hadis, yang dikenal dengan istilah sanad dan materi atau matan hadis itu sendiri. Para ulama ahli kritik hadis telah menyusun berbagai kaedah berkaitan dengan Naqd al-hadi>s (kritik hadi>s) baik dari segi sanad (naqd al-sanad ) maupun matan (naqd al-matn).
Dalam tulisan ini kami akan membahas sedikit tentang salah satu langkah dalam Naqd al-hadi>s (kritik hadi>s) dari segi sanad, yakni I’tiba>r  Sanad dalam Penelitian Hadis, namun tentunya pembahasan kami juga akan menyinggung tentang takhri>j al-h}adi>th karena keduanya sangat berkaitan dalam hal penelitian sanad hadis.
B.  Pengertian Takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r al-Sanad
1. Pengertian Takhri>j al-H{adi>th
Kata takhri>j berasal dari kata kharaja, yang berarti al-Z{uhur (tampak) dan al-buruz (jelas). Takhri>j juga bisa berarti berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu. Kata ini juga sering di mutlakkan pada beberapa pengertian, dan pengertian yang populer adalah; al-istinbat} (hal mengeluarkan), al-tadri>b (hal latihan atau hal pembiasaan), al-taujih (hal memperhadapkan).[7]
Adapun menurut pengertian ahli hadits, takhri>j adalah penelusuran atau pencarian hadits dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matan serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya[8]. Atau, secara singkat dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengeluarkan hadits dari sumber asli. Maka takhri>j al-H{adi>th merupakan langkah awal untuk mengetahui kuantitas jalur sanad dan kualitas suatu hadits melalui suatu langkah yang disebut I’tiba>r  al-sanad.
 2. Pengertian I’tiba>r  al-Sanad
Al-I’tiba>r  menurut bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di dalamnya. Kegiatan i'tibar al-sanad dalam istilah ilmu hadits adalah menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud.[9]
Dengan demikian akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti. Demikian juga nama-nama perawi dan metode yang digunakan dalam meriwayatkan hadis oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan i’tibar antara lain untuk mengetahui kaadaan sanad dari sisi jumlahnya. Di samping itu juga untuk mengetahui apakah didalam sanad bersangkutan terdapat sha>hid (rawi pendukung dari kalangan sahabat Nabi), atau muttabi’ (rawi pendukung yang bukan sahabat Nabi).
  1. Metode dan Proses I’tiba>r  al-Sanad
1. Takhri>j al-H{adi>th sebagai langkah awal
Dalam kegiatan penelusuran sebuah hadis tidaklah semudah yang dibayangkan, karena membutuhkan seperangkat kemampuan yang komprehensip terhadap sebuah hadits, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syuhudi Isma’il[10], bahwa kegiatan penelusuran hadits (takhri>j al-H{adi>th) kepada sumber aslinya, tidaklah semudah, penelusuran ayat al-Qur’an. Penelusuran terhadap ayat al-Qur’an cukup dipergunakan sebuah kitab kamus al-Qur’an, misalnya al-Mu’jam Mufahras Li alfa>zh al-Qur’a>n al-Kari>m, sedangkan penelusuran terhadap hadits Nabi terhimpun dalam banyak kitab dengan metode penyusunan yang beragam. Dengan dimuatnya hadis Nabi dalam berbagai kitab hadis, maka sampai saat ini, belum ada sebuah kamus yang mampu memberi petunjuk untuk mencari hadis yang dimuat oleh seluruh kitab hadis yang ada, tetapi terbatas pada sejumlah kitab hadis saja, namun tidaklah berarti hadis nabi yang termuat dalam berbagai kitab tidak dapat ditelusuri, untuk keperluan itu, lebih lanjut Syuhudi Ismail mengatakan para ulama hadis telah menyusun kitab-kitab kamus dengan metode yang beragam. Syuhudi Ismail membagi metode takhri>j antara lain:
a. Metode pertama, dengan cara mengetahui perawi hadis dari sahabat.
b. Metode kedua, takhri>j dengan cara mengetahui permulaaan lafaz} dari hadis.
c. Metode ketiga, takhri>j dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagaian mana saja dari matan hadis,
 d. Metode keempat, takhri>j dengan cara mengetahui topik pembahasan hadis.
Dengan demikian dalam takhri>j terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut:
a.       Metode pertama, takhri>j dengan cara mengetahui perawi hadis dari sahabat, metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadis, yaitu:
-          Kitab al-Masa>nid (musnad-musnad), dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri, selama kita telah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab al-Masa>nid, hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dalam kumpulan musnad tersebut.
-          Kitab al- Ma’a>jim (mu’jam-mu’jam), susunan hadis didalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau shuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah), dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
-          Kitab al-At}ra>f, kebanyakan kitab-kitab al-At}ra>f disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus, jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-At}ra>f tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap.
b.  Metode kedua, takhri>j dengan mengetahui permulaan lafaz} dari hadis, cara ini dapat dibantu dengan kitab-kitab yang berisi tentang hadis yang dikenal orang banyak, misalnya Al-Dura>r al-Muntasirah Fi al-Aha>dith al-Mushtaharah, karya Al-Suyut}i>. Al-La’ali Al-Manthu>rah fil Aha>dith Mashhu>rah, karya Ibnu Hajar. Al-Maqa>s}id al-Hasanah fi Baya>ni Kathirin min al-Aha>dith al-Mushtahirah ‘ala al-Alsinah, karya As-Sakhawi.
c.  Metode ketiga, takhri>j dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits, metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-F>a>z} al-Hadi>th al-Nabawi>, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadis yaitu Kutub al-Sittah, Muwat}t}a’ karya Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad ad-Darimi.
d. Metode keempat, takhri>j dengan cara mengetahui tema pembahasan hadis, jika telah diketahui tema dan obyek pembahasan hadis, maka bisa dibantu dalam takhri>jnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul, cara ini banyak dibantu dengan kitab Mifta>h Kunu>z al-Sunnah, yang berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama A.J. Wensink, kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadis yang terkenal yaitu: S}ah}i>h} Bukha>ri>, S}ah}i>h}  Muslim, Sunan Abu> Dawud, Ja>mi’ Al-Tirmidhi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwat}t}a’ Malik, Musnad Ahmad, Musnad Abu> Dawud al-T{ayalisi, Sunan al-Darimi, Musnad Zaid bin ‘Ali, Sirah Ibnu Hisyam, Maghazi al-Waqidi dan T{abaqat Ibnu Sa’ad.
2. Metode I’tiba>r  al-Sanad
Setelah dilakukan kegiatan takhri>j hadis sebagai langkah awal penelitian maka seluruh sanad dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan I’tiba>r. Dalam kegiatan al-I’tiba>r, diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti.  Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, 1) jalur seluruh sanad, 2) nama-nama periwayat untuk seluruh sanad, dan 3) metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
Nama-nama periwayat yang ditulis dalam skema sanad meliputi seluruh nama, mulai dari periwayat pertama, yakni sahabat Nabi SAW yang mengemukakan hadis, sampai mukharrij-nya.
D.    Contoh Penerapan Metode Takhri>j Al-H{adi>th dan I’tiba>r  al-Sanad

Dalam hal ini akan dikemukakan salah satu contoh penerapan metode takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r al-sanad, dengan menggunakan metode penelusuran keberadaan hadis, membuat bagan sanad hadis dan memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat. Untuk mengenal lebih jauh tentang penerapan metode takhri>j, dalam tulisan ini kami sajikan kompilasi sederhana dua proses yang di satukan dalam satu kesatuan.
Berikut teks hadits yang diteliti:
a.       Teks Hadits Sunan Abu Daud, Kitab Al-Buyu’ No. 2987
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ أَيُّوبَ وَهِشَامٌ وَحَبِيبٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اشْتَرَى شَاةً مُصَرَّاةً فَهُوَ بِالْخِيَارِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَصَاعًا مِنْ طَعَامٍ لَا سَمْرَاءَ
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Ayyub dan Hisham serta Habib dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membeli kambing yang telah ditahan kantong susunya (tidak diperah), maka ia memiliki hak memilih selama tiga hari. Apabila ia menghendaki maka ia mengembalikannya ditambah satu sha' makanan tidak mesti harus gandum samra`."[11]
b.      Takhrij al- Hadits
Dalam penelitian hadis diatas, Takhri>j al-H{adi>th dilakukan dengan bantuan CD Program Mausu’ah al-Hadits al-Shari>f al-Kutub al-Tis’ah yang didalamnya mencakup Kutub al-Tis’ah (S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} Muslim, Sunan al-Tirmidhi, Sunan al-Nasa>’i, Sunan Abu> Dawu>d, Sunan Ibn Majah, Musnad Ah}mad Ibn Hanbal, Muwat}t}a’ Malik, dan Sunan al-Darimi) dengan metode menuliskan salah satu lafadz dalam matn Hadis[12] yaitu lafazشاة مصراة . Setelah dilakukan Takhri>j al-H{adi>th, hadits diatas besumber dari :
1.    al-Bukha>ri>      : Kitab al-Buyu>’ no. hadis 2007.
2.    Muslim          : Kitab al-Buyu’ no. hadis 2802, 2803, 2804, 2805.
3.    al-Tirmidhi     : Kitab al-Buyu’ ‘an Rasulillah no. hadis 1172, 1173.
4.    al-Nasa>’i         : Kitab al-Buyu>’ no. hadis 4412
5.    Abu> Dawu>d    : Kitab al-Buyu>’ no. hadis 2987, 2988.
6.    Ah}mad           : Kitab Ba>qi> Musnad al-Muksirin no. hadis 7211, 7373, 8645, 9192, 9581, 9678, 9849.
7.    al-Darimi        : Kitab al-Buyu>’ no. hadis  2440.[13]
c.       I’tiba>r Sanad Dan Kuantitas Periwayat
Setelah melakukan Takhri>j al-H{adi>th, dilakukan I’tiba>r sanad dengan membuat seluruh skema sanad dari seluruh mukharrij digabung menjadi satu skema sehingga akan diketahui posisi masing-masing periwayat dan lambang periwayatan yang digunakan.[14]





Dari skema sanad diatas dapat diketahui bahwa tidak ada periwayat yang berkedudukan sebagai sha>hid karena Abu> Hurairah (Abdurrahman dalam skema) merupakan satu-satunya sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis. Sedangkan pada tingkatan periwayat ke II hampir secara keseluruhan memiliki mutabi’ .

محمد ص. م.
Setelah mengetahui seluruh jalur periwayatan, penelitian difokuskan pada hadits no. 2987 yang diriwayatkan oleh Abu> Dawu>d. Dalam hal ini akan diambil satu dari 3 jalur periwayatan.


عبد الرحمن
قال                               


محمد ابن سرين
عن


هشام ابن حسان
عن


حماد ابن سلمة
عن


موسى
حدثنا


أبو داود
حدثنا

No
Nama Periwayat
Urutan Periwayat
Urutan dalam sanad
01
Abdurrahmran (Abu> Hurairah)
Periwayat I
Sanad V
02
Muhammad ibn Sirrin
Periwayat II
Sanad IV
03
Hisham ibn Hissan
Periwayat III
Sanad III
04
Hammad ibn Salamah
Periwayat IV
Sanad II
05
Musa
Periwayat V
Sanad I
06
Abu> Da>wud
Periwayat VI
Mukharrij al-H{adi>th

d.      Penelitian Kualitas Sanad
-            Abu> Da>wud
1.    Nama lengkap : Sulaiman ibn al-’Ash’ath ibn Shidad ibn ‘Amru ibn Amir, Lahir 202 H dan wafat hari Jum’at 16 Syawwal 275 H di Bas}rah.
2.    Diantara guru-gurunya adalah : Sulaiman ibn Harb, Muslim ibn Ibrahim, Abdullah ibn Raja’, Abi al-Walid al-Tayalisi, Musa ibn Isma’il dll.
3.    Diantara murid-muridnya adalah : Abu Isa, Ibrahim ibn Hamdani, Abu al-Tayyib Ahmad ibn Ibrahim, Abu Bakr al-Najad.
4.    Pernyataan kritikus tentang dirinya : Abdurrahman ibn Abi Hatim: Thiqah, Muhammad ibn Mukhlad : Aqra’u lahu ahl zamanuhu bi al-Hifz}i wa al-taqaddam fih, Musallamah ibn al-Qasim al-Andalusi : Thiqah Zahidan Arifan.
-             Musa ibn Isma’il
1.    Nama lengkap : Musa ibn Isma’il (Abu Salamah), Lahir di Bas}rah dan Wafat di Bas}rah 223 H.
2.    Diantara Guru-gurunya adalah : Abban ibn Yazid, Ibrahim ibn Sa’ad, Isma’il ibn Ja’far ibn Abdurrahman ibn Auf, Isma’il ibn Ja’far Abi Kathir, Thabit ibn Yazid, Hammad ibn Salamah dll.
3.    Diantara Murid-muridnya adalah : Ahmad ibn al-Hasan ibn Humaidi, Hasan ibn Ali ibn Muhammad, Abdurrahman ibn Abd al-Wahhab, Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim. dll.
4.    Pernyataan kritikus tentang dirinya : Abd al-Walid al-T}ayalisi : Thiqah S{uduq, Yahya ibn Ma’in : Thiqah Ma’mun, Ibn Hibban : min al-Mttaqanin, Sementara selain ulama diatas menyatakan Musa ibn Isma’il Thiqah.
-       Hammad ibn Salamah
1.    Nama lengap : Hammad ibn Salamah (Abu Salamah), lahir di Basrah dan wafat tahun 167 H
2.    Diantara Guru-gurunya adalah : Abu Ashim, Azraq ibn Qays, Aslamah ibn Malik, Anas ibn Sirin, Hisham ibn Hissan dll.
3.    Diantara murid-muridnya adalah : Ibrahim ibn al-Hajjaj ibn Zayd, Ahmad ibn Ishaq ibn Zayd, Ishaq ibn Mans}u>r, Aswad ibn Amir, Musa ibn Isma’il dll.
4.    Pernyataan Kritikus tentang dirinya : As-sajiy : Hafiz} Thiqah Ma’mun, Ibn Hibban : Dhakarahu fi al-Thiqa>t, Sementara selain dua ulama diatas menilai tsiqah.
-   Hisham ibn Hissan
1.      Nama lengkap : Hisham ibn Hissan (Abu Abdillah) Lahir di Bashrah dan wafat tahun 148 H
2.      Diantara Guru-gurunya adalah : Abu Idris, anas ibn Sirin, Ayyub ibn Taymiyyah ibn Kaysan, Jamil ibn Marrah, Hasan ibn Abi al-Hasan Yasar, Muhammad ibn Sirin Dll.
3.      Diantara Muruid-muridnya adalah : Abu Bakr ibn ‘Iyash ibn Salim, Ishaq ibn Yusuf, Thabit ibn Yazid, Ja’far ibn Sulaiman, Hafs} ibn Ghiyath ibn T{alaq Hammad ibn Salamah dll.
4.      Pernyataan kririkus tentang dirinya : Ibn Abi Arubah : Ma Raytu Ah{faz}u ‘an ibn sirin minhu, Ahmad ibn Hanbal : S{alih la ba’ts bih, Abu> H{a>tim al-Razy : Shuduq, Al-’ajli : Tsiqah Hasan al-Hadits, Sementara selain kelima ulama diatas mengatakan bahwa Hisyam in Hasan Tsiqah.
-   Muhammad ibn Sirin
1.        Nama lengkap : Muhammad ibn Sirin Mawla ibn Malik (Abu Bakr) Lahir di Bashrah dan wafat tahun 110 H
2.        Diantara guru-gurunya adalah : Abu Ubaidah ibn Hudhaifah, Anas ibn Malik, Harith ibn Ruba’i, Hudhaifah ibn al-Yaman, Hafs}ah bint Sirin Abu Hurairah dll
3.        Diantara Murid-muridnya adalah : Hisham ibn Hissan, Abu Ma’an ibn Anas, Asma’ ibn Ubaid, Jarir ibn Hazm ibn Namir dll.
4.        Pernyataan Kritikustentang dirinya : Ibn ‘Awn : Yahdithu bi al-H{adithi ‘ala H{urufihi, Ahmad ibn Hanbal : Min al-Thiqah, Muhammad ibn Sa’id : Thiqah Ma’mun, Ibn Hibban : Hafiz} Muttaqun, Sementara Selain empat ulama’ diatas mengatakan bahwa Muhammad ibn Sirin Tsiqah.
-             Abu> Hurairah
1.        Nama lengkap Abdurrahman ibn S{akhr (Abu Huraurah) lahir dan wafat di madinah tahun 57 H
2.        Diantara Guru-gurunya adalah : Ubay ibn Ka’b ibn Qays, Aslamah ibn Zaid ibn Harithah, Bashrah ibn Abi Bashrah, Hasan ibn Tsabit dll.
3.        Diantara murid-muridnya adalah : Ibrahim ibn Isma’il, Ibrahim ibn Abdullah ibn Hanin, Abu al-Rabi’, Muhammad ibn Sirin dll.
4.        Pernyataan Kritikus tentang dirinya: [15]
من الصحابة ورتبتهم أسمى مراتب العدالة والتوثيق
Dari data-data yang telah disebutkan sebelumnya, hadis Abu Dawud No. 2987 ini merupakan hadis Ahad karena dari pengamatan terhadap skema sanad diketahui bahwa periwayat pertama dari semua jalur periwayat adalah Shahabat Abu> Hurairah. Meskipun demikian pada tingkatan periwayatan ke-II hampir kesemuanya memiliki mutabi’.
Di lihat dari rangkaian nama-nama periwayat dan tata cara periwayatan Hadis tersebut diawali dengan haddathana. Yang menyatakan kata itu adalah Abu> Dawud yaitu, penyusun kitab Sunan Abu> Dawu>d. Dalam mengungkapkan riwayat, Abu> Dawud menyandarkan riwayatnya kepada Musa ibn Isma’il. Pada tabel periwayat jalur Abu Dawud diatas jelas bahwa adanya ketersambungan sanad. Adapun lambang-lambang metode periwayatan dari hadits diatas adalah: haddathana, ‘an dan qa>la. haddathana dan qa>la fulan termasuk dalam metode al-sama’, sedangkan ‘an menurut mayoritas ulama’ juga termasuk dalam metode al-sama’ dengan syarat-syarat tertentu, meskipun sebagian ulama lain menyatakan bahwa hadis yang mengandung harf ‘an adalah sanad yang terputus.
Dalam jalur periwayatan ini terdapat enam periwayat sekaligus mukharrij nya. Setelah dilakukan penelitian historis terhadap keenam periwayat, masing-masing sangat memungkinkan untuk terjadinya proses penyampaian dan penerimaan hadis. Abu> Hurairah, periwayat pertama wafat pada tahun 57 H Ibn Sirin wafat 110 H Hisham wafat pada tahun 148 H, Hummad Ibn Salamah wafat 167 H, Musa Ibn Isma’il 223 H, Abu> Dawu>d 275 H. Dalam hal ini sangat mungkin akan terjadinya pertemuan dalam kurun waktu cukup yang lama secara estafet.
Berdasarkan data historisnya juga disebutkan bahwa masing-masing periwayat diatas memiliki hubungan guru dan murid secara estafet pula. Adapun setelah dilakukan cross check terhadap kualitas dari semua periwayat adalah tsiqah. Diperkuat dengan metode al-Ta’di>l muqaddamun ‘ala al-Jarh}[16] karena melihat kualitas Abu> Hurairah yang merupakan Sahabat Nabi saw.
Berdasarkan analisis diatas hadis Kitab Al-Buyu>’ No. 2987 dalam Suanan Abu> Dawu>d ini merupakan Hadis S{ah}i>h} karena ketersambungan atau ittis}al sanad, kualitas pribadi dan intelektual periwayat dan terhindar dari shudhudh dan ‘illah meskipun tergolong Hadis Ahad.
E.   Kesimpulan.
Dari uraian makalah yang penulis sajikan tentang I’tiba>r  Sanad Dalam Penelitian Hadis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hadis Nabi dalam hirarki sumber pokok ajaran Islam menempati urutan kedua sesudah al-Qur’an, namun dalam prakteknya sering bahkan dianggap sejajar dengan al-Qur’an.
2. Takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r  al-Sanad merupakan suatu kegiatan penelusuran atau pencarian hadits dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matan serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya.
3. Kegunaan Takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r  al-Sanad untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits, seluruh riwayat hadis dan ada tidaknya sha>hid dan muta>bi’ pada sanad hadis yang diteliti.
4. Latar belakang Takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r  al-Sanad pada awalnya tidaklah begitu urgen karena penguasaan para ulama terhadap sumber as-sunnah begitu luas. Namun dirasa semakin urgen/penting ketika semangat belajar generasi berikutnya semakin lemah, untuk mengetahui hadis yang dijadikan rujukan ilmu syar’i.
5. Penerapan metode Takhri>j al-H{adi>th dan I’tiba>r  al-Sanad memerlukan keseriusan agar memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.












Daftar Pustaka
-       Anis, Ibrahim dkk, Al-Mu’jam al-Wasi>t ,ttp., Angkasa, tt

-       ibn Manz}u>r, Muhammad ibn Mukarrar, Lisa>n al-‘Arab, Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, [t.th], Juz VI

-       CD al-A’la>m wa Tarajim al-Rija>l & CD Mausu’ah Ruwa>t al-H{adi>th.

-       CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. 1991.

-       CD Program Ensiklopedi 9 Imam..

-       CD Program Maktabah Shamilah Is}dar Tha>lith,
-       Ilyas, Yunahar dan M. Mas’udi, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis Yogyakarta: LPPI, Cet. II, 1996
-       Isma’il, Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992
-       al-Khat}ib, Muhammad ‘Ajjaj, Usu>l al-Hadi>s; Ulu>muh wa Must}ala>h}uh , Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
-       Mustaqim, ‘Abdul, “Teori Sistem Isnad dan Otentisitas Hadi>s Menurut Perspektif Muhammad Mustafa ‘Azami”, dalam Fazlurrahman dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer, cet. 1 , Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002.
-       al-Qard}a>wi>, Yu>suf, Al-Madkhal Li Dira>sah al-Sunnah Al-Nabawiyyah, alih bahasa Agus Suyadi Raharrusun dan Dede Rodin, Pengantar Studi Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2007.

-       Suryadi dkk, Metodologi Penelitian Hadits ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006.
-       al-T{ahha>n, Mahmu>d, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>th, Bairut: Da>r al-Qur’an al-Kari>m, 1398 H/1979 M.
-       Ya’qub, Mustafa ‘Ali, Imam Bukhari dan metode Kritik dalam Ilmu Hadi>s, cet. 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
-       Zahw, Muhammad Abu>, al-H{adi>th wa al-Muh}addithu>n , Beirut: Da>r al-Kitab al-‘Arabi, 1984.





[1] Taqri>r adalah masdar (kata benda jadian) dari kata kerja qarrara. Menurut bahasa, taqri>r dapat berarti penetapan, pengakuan, atau persetujuan. Muhammad bin Mukarrar bin Manz}u>r (selanjutnya ditulis sebagai Ibn Manz}u>r), Lisa>n al-‘Arab (Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, [t.th]), Juz VI, h. 394. Sedangkan taqri>r dalam ilmu hadis adalah segala sesuatu yang muncul dari sementara sahabat yang diakui keberadaannya oleh Nabi SAW., baik berupa ucapan maupun perbuatan dengan cara diam tanpa pengingkaran atau persetujuan dan keterusterangan beliau menganggapnya baik bahkan menguatkannya. Lihat , Muhammad ‘Ajjaj al-Khat}ib, Usu>l al-Hadi>s; Ulu>muh wa Must}ala>h}uh (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 30. Taqri>r : apabila melihat suatu perbuatan, mendengar perkataan, atau mengetahui sesuatu, kemudian Rasulullah SAW. diam saja, tidak mengingkarinya padahal—kalau salah—beliau pasti menegurnya. Lihat Yu>suf al-Qard}a>wi>, Al-Madkhal Li Dira>sah al-Sunnah Al-Nabawiyyah, alih bahasa Agus Suyadi Raharrusun dan Dede Rodin, Pengantar Studi Hadis,  (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm.56.
[2] Yunahar Ilyas dan M. Mas’udi, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis (Yogyakarta: LPPI, Cet. II, 1996), 55.
[3] Muhammad Abu> Zahw, al-H{adi>th wa al-Muh}addithu>n (Beirut: Da>r al-Kitab al-‘Arabi, 1984), hlm. 37-39.
[4] Ignaz Goldziher (1850-1921) misalnya meragukan adanya tradisi yang benar-benar berasal dari Rasulullah. Bahkan dengan lebih tegas lagi Joseph Schacht (1902-1969), menyimpulkan berdasarkan penelitian yang ia lakukan bahwa tidak ada satupun hadis yang otentik berasal dari Rasulullah, terutama hadis hukum (ah}a>di>th al-ahka>m). Lihat Mustafa ‘Ali Ya’qub, Imam Bukhari dan metode Kritik dalam Ilmu Hadi>s, cet. 3 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), hlm. 14.
[5] ‘Abdul Mustaqim, “Teori Sistem Isnad dan Otentisitas Hadi>s Menurut Perspektif Muhammad Mustafa ‘Azami”, dalam Fazlurrahman dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer, cet. 1 (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002), hlm. 55-56.
[6] Ibrahim Anis dkk, Al-Mu’jam al-Wasi>t (ttp., Angkasa, tt), hlm. 944.
[7] Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm.41.
[8] Ibid, 43.
[9] Mahmu>d al-T{ahha>n, Taisi>r Mus}t}alah al-H{adi>th, (Bairut: Da>r al-Qur’an al-Kari>m, 1398 H/1979 M), 140
[10] Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, …..45-50, hlm.41
[11] CD Program Ensiklopedi 9 Imam..
[12] Lihat Suryadi dkk, Metodologi Penelitian Hadits (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 48.
[13] CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. 1991.
[14] M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm 50.

[15] Lihat CD al-A’la>m wa Tarajim al-Rija>l & CD Mausu’ah Ruwa>t al-H{adi>th.
[16] Lihat M. Syuhudi Isma’il, Metdologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar